Negeri Mafia 2
Siapa yang menyukai politik? Kita bisa lihat ditiap
profile jejaring social fecebook. Kebanyakan menyatakan ‘tidak untuk politik
atau politik itu jahat’. Adakah demikian? Nampaknya yang berfikiran demikian
hanya orang-orang yang ditipu oleh mafia politik. Maka janganlah terlalu
bersenang hati hidup dinegeri mafia namun mencoba berlembut hati tapi kecil
rasa peduli.
Maka yang mengatakan demikian sebenarnya terdiri dari beberapa asumsi. Pertama dia tidak tau makna politik dari berbagai macam pandangan dan yang kedua, dia menjadi korban politik (kecewa) dan terus begitu selanjutnya hingga nyawa melewati kerongkongan.
Seperti orang yang mengatakan pemain bola itu bodoh. Setelah ditendang, bolanya dikejar lagi. Begitu seterusnya. Bukankah itu mencari kelelahan?. Sayangnya mereka tidak berfikir, Nun disana, dilubuk hati para manusia yang bercita-cita memakmurkan bumi dengan Al-Quran, politik menjadi sebuah kata pengganti “uluran tangan” atau “bantuan”.
Maka yang mengatakan demikian sebenarnya terdiri dari beberapa asumsi. Pertama dia tidak tau makna politik dari berbagai macam pandangan dan yang kedua, dia menjadi korban politik (kecewa) dan terus begitu selanjutnya hingga nyawa melewati kerongkongan.
Seperti orang yang mengatakan pemain bola itu bodoh. Setelah ditendang, bolanya dikejar lagi. Begitu seterusnya. Bukankah itu mencari kelelahan?. Sayangnya mereka tidak berfikir, Nun disana, dilubuk hati para manusia yang bercita-cita memakmurkan bumi dengan Al-Quran, politik menjadi sebuah kata pengganti “uluran tangan” atau “bantuan”.
Maka sebagai contoh Umar bin Khattap memanggul gandum dimalam sunyi yang pekat untuk masyarakatnya yang miskin selalu indah tertulis dalam sejarah. Atau seperti Salahuddin Al-Ayyubi yang berbuat adil walau terhadap Kafir dalam perang yang dahsyat. Mereka yang kafir saja terpesona dengan tata cara, siayasah atau politiknya manusia-manusia mulia. Lalu kenapa anak negeri menjadi anti berpolitik?.
Barangkali actor politik kita memang menipu dari awal karir hingga ia mati. Maka masyarakat elergi dan muak memahami apa lagi mempelajari tentang politik. Lewat system yang bernama demokrasi, semua pengamat mengatakan ‘harus demokrastis,masyarakta tercerdasakan, demokrasi harus ditegakkan’. Padahal banyak sisi yang pincang dalam system ‘nakal’ ini. Jika demokrasi terus diiberi applause, maka media semakin menjadi-jadi mengolah bahasa politik yang memantik api, kandidat dengan lihainya membagikan uang pada pesta demokrasi dan president begitu simpatik mengemis untuk dipilih kembali. Siapa yang diuntungkan disini? Masyarkat yang hanya dapat 20 ribu tiap menyoblos 5 tahun sekali? Padahal jatah masyarakat dari pajak dan APBN milyaran masuk kekantong-kantong besar mereka yang diparlemen, eksekutif dan legislative.
Pemilu 1955 dianggap paling bersih. Mungkin saya juga akan menjawab ‘benar’. Namun jika ditanya kenapa, saya akan menjawab, karena belum ada media dan demokrasi belum sepenuhnya diadopsi. Maka jadinya bersih. Sedang sekarang jangan berharap lagi akan seperti 1955. Bukan berarti saya anti dengan media. Tapi anda tau sendiri media sekarang, promosi ‘Sanyo’ atau ‘pompa air’ kenapa mesti wanita seksi dengan laki-laki sedang merayu yang ditampilkan? Apa hubungan jika tidak dengan sengaja dihubung-hubungkan. Persis seperti teroris yang sebenarnya tidak popular namun dalam waktu singkat menjadi ‘masyhur’ sampai tingkat anak SD. Atau seperti Polisi yang sedang bertugas diundang kestasiun televise untuk berjoget pinggul dengan artis seksi.
Memanglah media menggarap yang bukan haknya. Padahal didaerah saya, ratusan rumah penduduk miskin yang tidak layak huni masih ada, tapi dikoran dan berita, jauh lebih banyak iklan ‘pejabat’ yang sedang meresmikan gedung baru atau pamer keberhasilan. Kalaupun ada berita tentang orang miskin, itupun dikolom yang hamper tidak berbaca. Biasanya dengan alasan ilmiyah seperti ‘skala prioritas’.
Memang. Dinegeri Mafi, semuanya menjadi mungkin walau harus merampas hak, menginjak norma dan mencakar-cakar agama. Issue meliberalkan (melecehkan) agama dikatakan HAM dan hak setiap individu, sedangkan Issue menegakkan agama dianggap teroris. Siapa yang mendekte ini semua jika bukan Mafia? Mulai dari Mafia Birokrasi, mulai dari eksekutif, legislative sampai peradilan sekalipun. Benar-benar tidak ada makan siang gratis dinegeri ini. Selapar apapun.
Ujung
desa, cotyang
11
September 2012,
“disetiap Negara yang kami masuki, kami gali tanahnya
untuk membongkar peradaban-peradaban sebelum islam. Tujuan kami bukanlah untuk
mengembalikan umat islam kepada aqidah-aqidah sebelum islam, tetapi cukuplah
bagi kami membuat mereka terombang-ambing antara memilih islam atau
peradaban-peradabn lama tersebut” (Orientalis-T.Ceyler
Young)
0 komentar:
Posting Komentar