Advertisements

Selasa, 15 November 2011

Wajahmu Wahai Profesor

Untuk kesekian kalinya kupandangi wajah itu. Wajah yang hanya bisa dipandangi lewat foto. Wajah yang mengguratkan kekhawatiran. Entah apa yang beliau khawatirkan. Apa peluru yang menembus kulit muliamu yang membuat engkau terlihat susah? Atau ingatanmu yang tak pernah lepas untuk ingin mendidik dan mencipta generasi yang mengubah tanah yang paling sering berdarah ini? Diriku tak mengerti, Prof… engkau tak mengatakan apapun padaku. Kepergianmu ketika diriku masih asyik melempari kelereng dalam desingan peluru TNI dan GAM.  

Diriku yang tinggal dipelosok dengan pikiran yang masih sangat udik hanya mendengarmu lewat cerita orang tua berpeci kusam dengan kain sarung melipat diatas mata kaki. Walaupun mulut orang tua itu mengempulkan asap rokok dari daun damar tua, tapi diriku hanya melihat komat-kamit mulutnya bercerita.

Tidak kudapati Koran pagi dan berita-berita penting  ditempatku. Hanya Koran usang yang kadang dibawa pulang sang ayah dari kedai kopi diluar desa. Dan itupun harus ditanam serapat mungkin ketika terjadi kontak senjata dan penyisiran mengerikan yang dilakukan para bedebah-bedabah haus darah.

Prof. tadi. Kutatap lagi fotomu, ketika pertemuan dengan sang Rektor baru dua generasi setelahmu. Tapi kata-katanya sama sekali tidak membekas dikepalaku ketika fotomu yang gelisah membuatku mencari arti dari semua gurat wajahmu itu.

Ketika peluru menembus kulitmu. Ketika timah itu mengoyak dagingmu. Ketika darahmu melompat deras keluar. Mungkin gelisahmu lebih dulu dari pada gelisahnya diriku mengingat peristiwa penghabisan umurmu.

Engkau Prof.DR.Dayan dawoed. MA.  Guru besar,  yang ceritamu minim kudapati di rak pustaka perguruan tinggi  yang kau pimpin ini…



Banda Aceh, 10 March 2011.
Dhuha dikota mahasiswa.

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Catatan Pinggir Mahasiswa Kesepian All Right Reserved
Designed by Harman Singh Hira @ Open w3. Published..Blogger Templates