Logika Pemerintah dan Mimpi pendidikan kita
Entah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sadar
atau tidak, setelah Motto “pendidikan berbasis moral” diluncurkan, sekarang publik
Indonesia terutama pelajar diseduhi dengan tontonan amoral pelajar (Baca: Tawuran). Tercatat sepanjang 2012, telah
terjadi perkelahian pelajar sebanyak sebelas kali dan mengakibatkan korban
berjatuhan antar pelajar (Kompas.com, 28-09-2012). Agaknya niat baik Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan melalui berbagai program yang dirasa menggingit
mengalami berbagai cabaran.
Seperti untuk menutupi beberapa lubang, belum tuntas
kasus tawuran (baik yang diekpos oleh media ataupun tidak), Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan kembali mengulirkan satu angin segar lagi buat
pelajar khususnya mahasiswa. Wacana Standarisasi Biaya kuliah mahasiswa di
Perguruan Tinggi Negeri (PTN) mulai tahun ajaran 2013/2014. Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan plafon maksimal sumbangan pembinaan
pendidikan (SPP) yang boleh dipungut pada mahasiswa. Mentri Pendidikan, Mohammad
Nuh bahkan mengatakan bahwa sekarang banyak komponen biaya yang dipungut dari
mahasiswa, Keluhan biaya kuliah yang tinggi. Mengutip UU Pendidikan Tinggi, Nuh
mengatakan biaya kuliah haruslah terjangkau. Untuk itu, satuan biaya pendidikan
di PTN akan diatur dan Standar
pembiayaan tersebut ditargetkan selesai pada Februari 2013. Namun walaupun
begitu, Nuh belum bersedia menyebutkan plafon tertinggi yang ditetapkan
pemerintah (Kompas.com).
Wacana Standarisasi biaya kuliah mulai tahun ajaran
baru 2013/2014 tentu oleh kalangan masyarakat dan pelajar terutama yang kurang
mampu merupakan harapan dan angin segar untuk sementara waktu, kerena memang
belum ada penetapan diangka berapa standarisasi itu berhenti. Namun walaupun
begitu, biaya pendidikan tetaplah akan menjerat kalangan bawah. Pasalnya,
penyatuan beberapa nama iuran pendidikan seperti satuan kredit semester,
sumbangan pendidikan dan lain-lain akan disatukan dengan SPP. Artinya, jikapun
ada pengurangan, itu hanya sedikit. Bahkan lebih cocok jika dinamakan
pengurangan “tempat pembayaran” dan “bayar sekalian di SPP”. Intinya, jika dulu
mahasiswa dicekik beberapa kali dipersimpangan yang bernama ‘satuan kredit
semester, sumbangan pendidikan dan lain-lain’ maka kedepan akan dicekik sekali
saja, yaitu disatu simpang bernama “pembayaran SPP”.
Cukup adil jika sekiranya pemerintah bisa berwacana
dan masyarakat bisa mengimbangi dengan wacana juga. Sudah menjadi rahasia umum,
bagi bangsa yang ingin maju dan
unggul dalam persaingan global, pendidikan merupakan kunci utamanya.
Pendidikan adalah tugas negara yang paling penting dan sangat strategis. daya
manusia yang berkualitas merupakan prasyarat dasar bagi terbentuknya peradaban
yang baik. Sebaliknya daya manusia yang buruk, akan secara pasti melahirkan
masyarakat yang buruk pula. Pemerintah selalu berkelit dengan kata-kata bahwa “pendidikan bermutu itu mahal” Kalimat
ini yang sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh
masyarakat agar anaknya dapat menikmati pendidikan.
Padahal siapapun tau jika dalam UUD dengan lengkap tertulis
“ Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia”.
Wajah
pendidikan kita
Kementerian Pendidikan Nasional sendiri seperti
dikutip dalam Kompas.com (25 Juli 2011), mengaku kesulitan menekan jumlah siswa
miskin di jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. Kepala Bagian
Perencanaan dan Penganggaran Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Kemendiknas
Nono Adya Supriatno mengungkapkan, saat ini jumlah siswa miskin di Indonesia
hampir mencapai 50 juta jiwa.
Sebagai refleksi, Jika berkaca pada
kenaikan anggaran pendidikan secara signifikan sejak 2005 ternyata tak membuat
biaya pendidikan menurun. Dalam APBN-P 2010, pemerintah menaikkan anggaran
pendidikan Rp 11,9 triliun dari Rp 209,5 triliun menjadi Rp 221,4 triliun,
tetapi biaya pendidikan terus meningkat, akibat belanja pendidikan yang tidak
tepat sasaran dan lain sebagainya. Kenaikan tersebut merupakan amanat UUD 1945,
yang mensyaratkan anggaran pendidikan minimal 20 persen dari APBN. Ironisnya
lagi, kualitas pendidikan juga belum beranjak naik.
Berdasarkan data BPS, kenaikan biaya
pendidikan pada Juli 2009 dibanding tahun 2000 mencapai 227 persen. Pada 2000,
indeks harga biaya pendidikan berada di level 100, sedangkan pada 2009 mencapai
327. Kenaikan itu berada jauh di atas kenaikan harga secara umum yang mencapai
115 persen dan kenaikan harga pangan sebesar 122 persen. Sesuai inflasi, biaya
pendidikan dari tahun ke tahun juga terus merangkak naik. Perencana Keuangan
atau Financial Planner, Aidil Akbar (Sindo, 2 Mei 2011) menjelaskan, inflasi
yang merupakan kenaikan harga secara umum dan berkaitan dengan mekanisme pasar
turut memengaruhi bidang pendidikan terutama dalam pembiayaan. Dia mengatakan,
inflasi di Indonesia dalam waktu 10 tahun terakhir berkisar 12–15%. Sementara
kenaikan biaya pendidikan setiap tahunnya mencapai 20%. Hal ini berarti
kenaikan biaya pendidikan lebih tinggi daripada inflasi setiap tahunnya. Oleh
sebab itu, wacana penyatuan iuaran pendidikan perguruan tinggi melalui
pembayaran disatu simpang bernama SPP juga tidak dapat diharapkan dapat merubah
wajah pendidikan kita. Walaupun sekedar diperguruan tinggi.
Pemerintah
akhir-akhir ini
Pidato SBY digedung PBB baru-baru
ini ditanggapi dengan beragam. Bahkan ada yang menggapi supaya SBY menjadi
Sekjed PBB periode depan. Dilain pihak dalam negeri, pemerintah belum mampu
mensejahterakan Nasional terburu untuk diangkat kedunia luar. Meningkatnya
kasus berburu teroris yang dalam kamus pengamat ada yang menilai fiktif dan
“membuat fakta” juga serasa menjiplak logika Huntington ketika mem-Besseler-kan
“The Clash of civilizations-nya”. Atau Benar-benar penyakit mempopulerkan diri
semakin akut dizaman yang serba modern ini.
Belum lagi pro-kontra terkait Putusan MK yang dinilai
mempermudah Pemeriksaan Kasus Korupsi. Putusan Mahkamah
Konstitusi yang memutuskan kepala daerah yang terlibat pidana umum termasuk
korupsi boleh ditindak oleh polisi atau jaksa tanpa izin presiden dinilai oleh
sebahagian pengamat “menjadikan seorang kepala daerah menjadi 'ATM berjalan'
bagi aparat penegak hokum”.
Jika ‘ATM berjalan’ benar-benar terjadi terus-menerus didaerah-daerah, maka
jangan pernah bermimpi dunia pendidikan kita dan lainnya akan baik-baik saja. Wallahu`alam bisshawab…
28 september 2012
Prada, disela-sela "berbicang dengan Nunisme... :D
our education.. who can guarantee that?
BalasHapus