MARI MENJADI PEJANTAN TANGGUH !
Sebuah peristiwa yang sangat
mengejutkan terjadi saat para aktifis dakwah yang duduk di Badan eksekutif
Mahasiswa melakukan aksi demo tatkala sang Presiden datang kedaerahnya. Namun
sayang ditengah aksinya, para penjaga keamananpun melakukan aksinya. Sebuah
sekenario jelas terlihat. Saat para
mahasiswa berteriak meminta keadilan dinegeri ini, para penjaga keamanan dengan
“gagah berani” melakukan aksinya. Meredupkan semangat para jiwa muda yang
mencintai agama dan Bangsanya. Saya benar-benar tersenyum melihat kejanggalan
para penjaga keamanan dengan sebuah permainan “lempar batu sembunyi tangan”.
Sebenarnya ingin rasanya saya berteriak kepada mereka.
Hari
ini sebagaimana hari-hari yang telah berlalu. Kita tetap masih saja berada
dalam sebuah skenario kekuasaan yang brutal. Mereka seperti sepakat melihat
kita umat islam sebagai sebuah amcaman. Itu karena mereka tidak pernah
merenungi sejarah. Pandangan mereka terlalu jumud untuk bagaimana memerintah.
Dan
posisi kita para aktivis dakwah sekarang adalah mengkoordinir sebagus mungkin
kiprah mereka. Memang ada saatnya kita untuk menggantikan mereka yang mengantuk
dikursi-kursi empuk. Sebuah kebijakan terlalu terburu-buru diambil saat
penetapan kursi untuk para pejabat. Kursinya terlalu “empuk” jadi sangat
menggoda untuk ditiduri. Apalagi ada nyanyian pengemis, teriakan para aktivis
mahasiswa dan berbagai macam pengaduan disamping mereka. Mereka sekarang punya
tips yang sangat bagus untuk bagaimana menikmati kursi empuk itu dengan
mengangab teriakan, permintaan tolong dan lainnya sebagai nyanyian sendu
pengantar tidur. Kita para rakyat dan mahasiswa sudah sangat terbiasa dengan
perlakuan mereka. Jadi bagaimanapun dan sekeras apapun kita berteriak tetap
saja mereka tidak mendengar. Nah. Tips ini kemudian di coba-coba oleh mereka
pada pemimpin yang berkuasa. “Apakah kita (para penguasa) berhasil menerapkan
sistem “mendengkur” saat pak pemimpin berbicara”. Namun sayang, belum sempat
beberapa menit memejamkan mata dan memasuki dunia kapuk dengan cita-cita akan
bermimpi indah bertambah gaji, sang pemimpin langsung berang.
“apakah kalian mau menyamai saya dengan para rakya
jelata?? Saya ini pemimpin kalian! Jika kalian mendengkur seperti itu disaat
saya menyampaikan sesuatu, bagaiman dengan para petani, buruh, mahsiswa, dan
rakyat semua??”.
Bagusnya
ditanya “berapa banyak air mata rakyat yang telah engkau tumpahkan di sawah
saat mereka para petani melihat padi dan lahan mereka yang kering kerontang
karena Irigasi yang ditenderkan sudah lima tahun lalu tapi sampai hari ini
belum selesai terbangun. Berapa banyak peluh keringat bercampur air mata yang
keluar dijalan-jalan saat mereka para pengemis meminta-minta karena lahan yang
kian mengecil dan PHK terjadi besar-besaran tanpa ada pengharapan akan dibuka
lapangan kerja lain. Berapa serak suara mahasiswa yang meminta keadilan para
penguasa yang mengelapkan uang jatah untuk makan para rakyat yang sebentar lagi
akan merenggang nyawa”.
Ya.
seperti itulah. Kekuasaan membuat mereka terlena. Namun apakah kita juga akan
ikut terlena wahai para pemuada yang mencintai Allah dan Rasul seutuhnya?.
Tidak! Kita tidak boleh mendengakur seperti mereka. Kita tidak pekak.
Telinga kita masih sangat terang untuk mendengar rintihan masyarakat yang rindu
akan syariat Allah.
Jauh-jauh hari para guru kita telah
mengajarkan dan menanam semangat itu kedalam darah setiap pemuda muslim. Bahwa
berkata yang benar dihadapan para penguasa adalah sebuah bentuk kejantanan.
Saksikanlah bahwa kita adalah pejantan.
Dari sejumlah
kisah para pejantan, saya ingin kembali mengulang kisah yang luar biasa. Yang
terjadi saat bangsa Mongol yang dikenal berani dan kejam berkuasa. Siapa
pejantan itu. Ini dia.
Ketika
Sultan mongol, Qazan menguasi damaskus, datanglah kepadanya raja al-Karj. Ia
menyerahkan harta yang melimpah ruah kepadanya, dengan maksud agar Qazan
mengizinkannya untuk membantai umat islam dari penduduk damaskus. Saat berita itu
terdengar oleh Ibnu taimiyah, ia langsung bangkit, membakar semangat kaum
muslimin agar berani berjuang. Ia menjanjikan kepada mereka kemenangan,
keamanan dan ketenangan jika mereka mau berjuang. Maka terpilihlah beberapa
pemuka dari mereka untuk menyertai Ibnu taimiyah pergi kepada Sulta Qazan. Ketika
Qazan melihat Syaikhul islam, Allah melontarkan dihatinya rasa segan terhadap
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah. Hingga sang sultan mendekat kepadanya. Mulailah
sang syaikh berbicara tentang haramnya darah kaum muslimin dan kehormatannya.
Syaikh menasehatinya, dan ia pun menerimanya secara sukarela. Dengan demikian
maka terlindunglah darah umat islam karena perjuangan Ibnu Taimiyah. Qazan
menyambut mereka itu dengan dan menghidangkan makanan, maka semuanya makan
kecuali Ibnu Taimiyah, ia tidak mau makan. Ketika Qazan bertanya: mengapa
engkau tidak makan? Ibnu taimiya menjawab dengan lantang tanpa basa-basi atau
tendeng aling-aling yang dicatat dengan tinta emas sejarah, betapa beraninya
beliau: “Bagaimana aku memakan dari makananmu, karena semuanya adalah kambing
hasil jarahan pasukanmu yang mengambilnya secara paksa dari para pemilinya.
Kemudian engkau memasaknya dengan kayu manusia yang engkau tebang?! Aku tidak
mau memakan harta haram!”.
Sang sultan mongol, Qazan itu tak
dapat berkutik. Kemudian Qazan meminta doa dari Ibnu Taimiyah, maka Ibnu
Taimiyah bedoa dengan doa yang membuat ulama lain yang berada disekitarnya
gemetar:
“Ya
Allah, jika hambamu ini berperang agar kalimah-Mu menjadi yang tertinggi, dan
agar semua agama hanya menjadi milik-Mu maka menangkan ia, dukunglah ia dan
kuasakan ia atas negeri-negeri dan manusia. Akan tetapi jika ia berperang hanya
karena riya`, sum`ah, dan mencari dunia, serta agar kalimatnya yang tertinggi
juga untuk menghinakan islam dan orang-orang nya, maka hinakan ia, goncangkan
ia, hancurkan dan musnahkan ia”.
Semua
doa itu diamini oleh Qazan. Sementara orang yang duduk disebelah Ibnu Taimiyah
langsung merapikan pakaian karena yakin kalau Qazan akan memerintahkan
pasukannya untuk memenggal leher Ibnu Taimiyah.
Sebuah cerita
yang luar biasa tentang manusia jantan yang diabadikan sejarah dan dikenang
sepanjang masa.
Inilah salah satu gambaran sika para
penjantan. Tangguh. Tangguh sekali. Bukan mereka yang jatuh bangun mengemis
cinta pada seorang perempuan. Taukah kita kenapa ada yang mengemis cinta pada
tempat yang salah? Karena ia bukan seorang pejantan tangguh. Jika ada yang
mengemis pada yang bukan tempatnya, maka kelakuannya sangat memalukan. Namun
sekarang berbeda. Ini adalah sebuah kejantanan bagi sebagian mereka lupa arah
jalan pulang.
Pulang, sebuah kata dalam buku
catatan seorang seorang ukhti 5, Buk Kusmarwanti yang beliau artikan begitu
halus dalam lembaran “rekayasa kematian”.
“Pulang.
Adalah suatu kata yang teramat sederhana namun selalu membuat hati saya
serasa dicengkeram saat mendengarnya. Seakan kematian itu semakin mendekat. Dan
saya ingin pulang dengan cara yang halus dan menyenangkan. Seandainya pun saya
harus menghitung hari dengan rekayasa kematian Mc Veigh, saya selalu berdo`a
dengan barisan do`a para malaikat, semoga kematian itu menjadi kematian yang
menyenangkan… meskipun orang akan tersayat dengan bentuk fisik saya yang
terluka ”.
Nah. Kita menginginkan itu. Stelah
menjadi pejantan tangguh kita akan pulang dengan cara yang begitu halus
walaupun bentuk fisik hancur. Karena kita tau jalan pulang. Karena kita tidak
lupa. Itu semua karena kita pejantan tangguh. insyaAllah…
Bumi mahasiswa,
0 komentar:
Posting Komentar