
Sekilas tentang HAM, Positif dan Negatifnya (Coret-coret siang dikamar)
Pada
10 Desember 1948 Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) mengeluarkan deklarasi
internasional tentang hak-hak asasi manusia. Sebagai hasil perjuangan panjang
umat manusia yang dituangkan dalam undang-undang tentang hak-hak asasi manusia
untuk menghadapi ketidak adilan dan penindasan dari kekuatan dunia tertentu[1].
Dalam sejarah, HAM awal-awal dikenal dengan istilah Natural Right yang berarti
hak-hak alam[2].
Dalam
beberapa Versi bahkan sebelum ada istilah Natural Right, sudah ada yang namanya
teori kontrak social dan kemudian popular dengan sebutan Natural Laws.[3]
Walaupun teori Natural Laws sendiri diawal-awal hanya untuk mengatur pola
hubungan dan hak antara Raja dan Rakyat. Teori Natural Laws tidak lain dan
tidak bukan merupakan akibat dari pentahbisan diri para raja seperti Ratu
Elizabet dan pangeran Ferdinand di Spanyol yang terjadi diantara tahun
1500-1700-an. Doktrin pentahbisan ini dikarenakan konsep Hak-hak suci para
Raja-Raja (Devine Right Of King)[4].
Oleh sebab itu, timbulnya Reaksi Natural Laws yang kemudian menjadi titik banding
atau bagian dari Reaksi keadilan yang menuntut, seandainya Raja punya Hak, maka
Rakyatpun juga mempunyai hak.
Mengacu
pada Teori Natural Right atau Natural Laws yang menjadi pemicu pencarian
Hak-hak dalam masyarakat Barat, sesungguhnya kedua teori ini disebabkan karena
jasa pemikir seperti John Locke dengan teori Hak-hak sosial seperti hak hidup,
hak atas kebebasan dan hak atas kepemilikan. Selanjutnya oleh para ilmuan
politik, ketiga hak ini menjadi salah satu landasan dari pada Demokrasi[5]. Dan pada Abad ke 19, Gagasan tentang
demokrasi pun semakin mendapat tempat yang berarti. Pada masa itu,demokrasi
lebih menitik beratkan pada persoalan kemerdekaan individu, persamaan hak
(Equel Right) serta hak pilih untuk seluruh lapisan warga Negara (universal
suffreage)[6].
Jika
kita membahas masalah akar dari HAM itu sendiri, maka kita harus menyelami
sampai keperadaban dan kebudayaan paling awal di barat. Karena komposisi
peradaban barat itu sendiri terdiri dari pada unsur-unsur budaya , filsafat, nilai-nilai
aspirasi dari Yunani dan Romawi kuno dan lainnya. Sampai pada pembentukan oleh
bangsa Latin, Jermik, Keltik dan Nordik[7].
Dalam Perkembangannya HAM yang pada mulanya merupakan bagian dari cita-cita pembebasan kemudian berubah Fungsi seperti pisau bermata dua. Pada satu sisi HAM digunakan dalam rangka alasan keadilan dan menjunjung tinggi kemanusiaan, pada sisi lain HAM justru digunakan sebagai Mesin Imperealisme Modern yang jika ditinjau dari sudut Post-modernisme, HAM merupakan turunan dari pada imperealisme itu sendiri. Sebagai contoh, HAM di sisi positifnya bisa digunakan dalam pembelaan terhadap hak-hak yang tertindas dan dirampas haknya. Namun walupun begitu, pengertian dan tindak lanjut dari pada HAM bagi kalangan tertentu harus mendapat restu dari pembuat mesin bernama HAM[8].
Dalam Perkembangannya HAM yang pada mulanya merupakan bagian dari cita-cita pembebasan kemudian berubah Fungsi seperti pisau bermata dua. Pada satu sisi HAM digunakan dalam rangka alasan keadilan dan menjunjung tinggi kemanusiaan, pada sisi lain HAM justru digunakan sebagai Mesin Imperealisme Modern yang jika ditinjau dari sudut Post-modernisme, HAM merupakan turunan dari pada imperealisme itu sendiri. Sebagai contoh, HAM di sisi positifnya bisa digunakan dalam pembelaan terhadap hak-hak yang tertindas dan dirampas haknya. Namun walupun begitu, pengertian dan tindak lanjut dari pada HAM bagi kalangan tertentu harus mendapat restu dari pembuat mesin bernama HAM[8].
Perlu
ditinjau kembali Fungsi HAM dan wewenang HAM yang sesungguhnya dikarenakan HAM
hanya sekedar Term dan kata untuk melenakan bangsa Timur yang dibayangi dengan
keadilan namun keadilan selalu “jauh panggang dari pada api”. Bangsa Palestina
yang jika dalam tinjauan sejarah sebelum perang Dunia ke II merupakan Bangsa
merdeka yang bernaung dibawah kekhilafahan Turki Utsmani kini menjadi Bangsa
yang tidak merdeka dan di bantai oleh Israel dengan Restu Amerika setiap Hari[9]. Atau
Warga Muslim Uighur Xinjiang yang selalu menjadi kambing hitam pemerintah Cina
dan dibantai tanpa ada Mahkamah dan keadilan. Muslim Afghanistan, Pakistan,
Kashmir, Bangladesh, Rohingya, Somalia, Bosnia dan Negara-Negara lainnya
dibantai dan di-Genosida tanpa ampun juga tanpa pernah ada pembelaan atas nama
HAM oleh negara-negara ketiga sebagai promotor HAM.
HAM
pada satu sisi adalah dilema bagi kemanusiaan karena menjadi mesin untuk
mengintervensi. Sebagai contoh, AS melakukan penyerbuan terhadap Irak karena
alasan minoritas suku Kurdi dan syiah yang teraniaya dan senjata pemusnah massal
oleh pemerintah Saddam Husein. Namun ternyata ini hanya menjadi alat untuk
mendapatkan hasil alam di Negara tersebut karena konsumsi minyak di Amerika
yang sangat banyak. Hampir semua issue HAM di manfaatkan untuk mengintervensi
kasus-kasus politik dan issue Ekonomi.
Pada
Era Soeharto, AS tidak pernah mempermasalahkan pembantaian yang dilakukan oleh
TNI di Timor Leste, karena Freeport papua menjadi miliknya. Begitu juga Kasus
penganiayaan atas nama Terorisme yang pada ujung-ujungnya untuk memenangkan
Blok Cepu atas perusahaan Multi-Nasional Amerika. Jika HAM barangkali dalam
Tujuan tertulisnya ada yang positif, namun realisasinya justru tidak seperti
itu. Oleh karenanya, Buya Hamka bahkan menolak Duham itu sendiri karena dalam
beberapa poin bertentangan dengan Prinsip islam. Penghargaan atas kearifan
local dengan begitu saja di “babat” habis atas nama HAM. HAM benar-benar
menjadi salah satu mesin imprealisme modern yang begitu ampuh.
Oleh
sebab itu, sejumlah ilmuan dan tokoh agamawan islam denga tegas menolak HAM
dalam perspektif barat yang pada kenyataannya justru melahirkan
pelanggaran-pelanggaran yang jauh lebih besar. Pluralism agama atau sekulerisme
dan liberalism juga merupakn alat dan turunan dari Post-Modernisme (sejalan
dengan prinsip HAM barat) guna menciptakan sebuah tatanan dunia baru dalam satu
Kultur. Sehingga bukan saja membunuh Umat manusia, namun juga membunuh Agama dan
Tuhan[10]
Jika
kita membahas tentang HAM dari sudut positif dan Negatifnya, niscaya kita akan
menemukan banyak sekali sisi Negatif dari HAM yang merupakan produk barat ini.
Hanya saja, mempelajari dan mendalami HAM juga merupakan sesuatu yang penting
dan Positif untuk kemudian digunakan dalam hal membela Islam dan Kearifan Lokal
dan pada sisi lain digunakan untuk mencari kelemahan Produk barat ini.
Wallahu`alam…
[1] Dr.Muhammad
Imarah “Perang terminology islam versus barat”, hal 127.
[2] Irfan, S.H.,
M.H. Meteri kuliah “Hak asasi manusia dan perubahan sosial” hal,1.
[3] Penulis melihat
ada hubungan keduanya. Karena dalam teori John locke sendiri ada tiga pilar
yang menjadi acuan teori Natural Law.
[4] Khoiruddin
“partai politik dan agenda transisi demokrasi”, hal.21-22.
[5] Kontribusi para
filosof dan pemikir seperti John Locke inilah yang kemudian melahirkan zaman
pencerahan yang sebelumnya merupakan zaman kegelapan. Penulis melihat, John
Locke sendiri banyak pemikirannya terilhami dari beberapa pemikir sebelumnya
yang ingin melakukan pembebasan dari ikatan dan Doktrin kerajaan bahkan Doktrin
Agama.
[6] Ibid.
[7] Adian Husaini
“Muslimlah dari pada Liberal”, hal.16
[8] Penulis
memaksudnya HAM sebagai sebuah tinjauan murni yang sedang dipasarkan oleh
Amerikan dan Negara-Negara Barat atau Negara ketiga lainnya.
[9] John L.Esposito
“Unholy War-teror atas nama Islam”.
[10] Kerena dalam beberapa prinsip kebebasan itu
di wariskan oleh Filosof seperti Nietzsche yang dengan akalnya mencoba membunuh
tuhan. Dalam beberapa tulisannya dia dengan lantang menulis “Tuhan sudahb mati
dan manusialah yang membunuh tuhan dengan akalnya (Rasional)”. (Hamid Fahmi
Zarkasyi “Misykat”)