Advertisements

Selasa, 22 November 2011

Tema cinta di suatu sore

Temanku mengirimkan sesuatu lewat pesannya yang tertulis agak kurang rapi. Intinya tentang hal yang paling popular didunia ; cinta. 
“cinta itu tergantung orang bagaimana mendefenisi. Jadi tidak perlu bingung dengan defenisi cinta dan perjalanannya. Ikuti saja seperti air mengalir”, bunyi pesannya (ini sudah sedikit rapi saya tulis).

Pesan itu sebenarnya berbalas dari pada sebuah sms pancingan yang saya kirimkan banyak kepada teman-teman yang lain. Isi pesanya tentang betapa misterinya cinta yang sampai sekarang masih sangat misteri. Saya pikir semua orang dibumi punya beragam cerita dan alur cinta yang berbeda. Sampai-sampai Khalil Gibran menulis sebuah kalimat yang cukup popular,
Ilustrasi (foto: google.com)
“cinta berjalan dihadapan kita
Dengan mengenakan gaun kelembutan.
Tetapi sebagian kita lari darinya dalam ketakutan,
Atau bersembunyi dalam kegelapan.
Dan sebagian yang lain mengikutinya,
Untuk melakukan kejahatan atas nama cinta”
Saya punya komentar tentang bait ini, betapa cinta “penuh Tanya”.
Teman saya tadi membatah kalau cinta menurutnya tidaklah rumit. Tergantung kita memahami cinta. Dan menurut saya, disitulah letak rumitnya ; dalam memahami cinta. Itu kerumitannya. Dan ketika mengekspresikan cinta, maka kerumitan yang lain akan muncul. 

cinta memang fenomena kawan !
Sebelumnya, saat chat di FB, sang teman pernah menyarankan saya untuk tidak sering melakukan demo. 
“Jangan tambah masalah dengan demo, negeri ini terlalu banyak masalah, jadi jangan ditambah lagi dengan demo-demo. Jadilah pemuda yang menginspirasi tanpa harus melakukan kerusakan” tulisnya.
Teman saya ini sebenarnya pernah punya pengalaman di pertukaran pemuda antar priponsi (BPAP) dan pemuda pelayar nusantara (PPI). Mungkin jiwa nasionalismenya sangat tinggi. Jadi dia mengkritik siapa saja yang menentang pemerintah. Lalu apakah yang melakukan demo ketika reformasi adalah mereka yang tidak nasionalis, tidak cinta tanah air? Atau seperti para aktivis yang selalu mendemo ketika pemerintah melakukan kebijakan yang menyengsarakan rakyat lalu mereka dikatakan tidak mencintai negeri ini?? Apa alasan mereka mendemo?? Sepertinya Mansur samin  mempunyai jawaban bagus tentang hal ini.

“Mereka telah tembak teman kita
ketika mendobrak sekretariat negara
sekarang jelas bagi saudara
sampai mana kebenaran hukum di Indonesia

Ketika kesukaran tambah menjadi
para menteri sibuk ke luar negeri
tapi korupsi tetap meraja
sebab percaya keadaan berubah
rakyat diam saja
Ketika produksi negara kosong
para pemimpin asyik ngomong
tapi harga-harga terus menanjak
sebab percaya diatasi dengan mupakat
rakyat diam saja
Di masa gestok rakyat dibunuh
para menteri saling menuduh
kaum penjilat mulai beraksi
maka fitnah makin berjangkit
toh rakyat masih terus diam saja
Mereka diupah oleh jerih orang tua kita
tapi tak tahu cara terima kasih, bahkan memfitnah
Kita dituduh mendongkel wibawa kepala negara
apakah kita masih terus diam saja?

Seharusnya menjadi Duta bangsa atau duta provinsi, mengikuti pelatihan nasional, pelatihan cinta Negara, kita semakin semangat mencintai negeri bukan dengan berdiam diri. Istana Negara adalah istana kita. Gedung DPR dan MPR adalah gedung kita. Kita harus melihatnya dengan cinta dan berbicara cinta pada mereka yang tertidur disenayan dan rumah Negara. Dan Toa adalah media para mahasiswa sedangkan jalanan adalah mimbar abadi bagi mahasiswa menghajar Tirani. 
I love you freedom kata maher zein diliriknya dengan potret revolusi sebagai selingan. Dengan music cinta sang seniman mengusik. Lalu kenapa kemudian kita mencaci para pecinta yang satu ini??
Akhirnya saya tau, bahwa teman saya lebih tidak paham cinta ketimbang saya. Ketika saya menanyakan defenisi cinta menurutnya, ia mengatakan tidak tau dan dia memang tidak mau tau. 


Kota mahasiswa, 18 November, 2011

0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © Catatan Pinggir Mahasiswa Kesepian All Right Reserved
Designed by Harman Singh Hira @ Open w3. Published..Blogger Templates